Kamis, 06 Maret 2014

Let Her Go

Duduk di depan komputer yang sama tiap kali membuat laporan di warnet ini.

“Well you only need the light when it’s burning low.
Only miss the sun when it starts to snow.
Only know you love her when you let her go.”

Aku sengaja memutar lagu ini tiap kali membuat laporan. Diulang terus, sampai laporan selesai. Perpaduan yang indah, sama seperti senyum perempuan yang mengisi ingatanku sore ini. Satu nama mengisi apa yang mereka bilang isi kepala, katanya.

Aku tak pernah benar-benar tahu apakah perempuan itu mengisi kepalaku, yang aku tahu, ia mengisi detak waktu jam dan nadiku belakangan ini.

"Well you see her when you fall asleep.
But never to touch and never to keep.
‘Cause you loved her too much.
And you dived too deep.”

"Hahaha, I did. I just did!", kataku, saat sedikit ikut menggumamkan kalimat terakhir di lirik tadi.

Aku jatuh terlalu dalam. Maksudku, menjatuhkan diri.

Aku tahu apa yang ada di kedalaman matanya, aku tahu palungnya, aku tahu derasnya yang membawaku semakin ke dasar, semakin dalam. Mata indah itu ada di hadapanku, sekarang.

See? Aku adalah salah satu pria di dunia yang sedang berbahagia karena berhasil mengagumi satu perempuan sedalam ini, sesore ini.

“And you let her go (oh, oh, ooh, oh no)
And you let her go (oh, oh, ooh, oh no)
Will you let her go?”

"Hell, no! You must be kidding me.", terlintas begitu saja di kepala pada kalimat sebelum tanda tanya di lirik tadi.

Masih di lagu yang sama, Let Her Go - Passenger.

Jelas. Aku tak ingin membiarkan perempuan di hadapanku pergi. Aku jatuh cinta pada senyumnya, matanya, tutur katanya, gerak tubuhnya.

Aku suka ketika melihat dia senang karena menang dan berkata, "Haha. Noob Pinoy. Putang ina mo.", dengan congkaknya. Yang aku sendiri tak tahu apa artinya.

Tapi aku lebih suka ketika melihatnya cemberut karena kalah dan berkata, "Kamu sih, cupu banget jadi carry. Lain kali jadi kurir atau creep hutan aja deh.", dengan manjanya.

(((CREEP HUTAN)))

"HAHAHAHAHAHAHA", tawaku dalam hati.

Pokoknya +1 untuk wanita yang bermain Dota. Dan ya, kalian salah, aku mengaguminya lebih dalam dari yang kalian kira.

Btw, ini pertemuan ketigaku dengannya. Baru, memang. Dan kalian akan mengira bahwa aku nampak seperti ABG pada umumnya, yang masih terlalu identik dengan cinta monyet. Halah, Aku tidak peduli, sebab aku tidak perlu diselamatkan dari apa yang kurasakan.

Lagu Let Her Go ini sebentar lagi akan berakhir, aku tahu.

“Satu game lagi, sayang?”, tanya perempuan bermata coklat dan berambut hitam panjang yang indah itu.

"Nggak deh, nanti kemaleman. Aku takut di-Dagon ayahmu.”

Perempuan itu tersenyum, manis.

Begitupun aku.

Lalu ia menggapai tangan di hadapannya, seraya melangkahkan kaki mereka berdua menuju pintu keluar warnet yang cukup sederhana ini.

Aku senang, dan masih terduduk di kursi yang sama. Sesekali memalingkan pandangan ke arah pintu dan berharap dia kembali lagi. Tapi, ah, mungkin lain kali.

Aku kesal, sembari sedikit tersenyum kecut dan menggerutu di dalam hati: “Semoga lain waktu, ia tak bersama kekasihnya”.

Licik? Tidak, aku hanya ingin jujur pada diriku sendiri.

Kulanjutkan mengerjakan laporan, lalu pulang. Tapi aku pasti akan kembali lagi, untuk membuat laporan, dengan harapan bisa bertemu lagi dengan senyum perempuan yang tak pernah berani kucari tahu namanya itu.

“Only know you’ve been high when you’re feeling low.
Only hate the road when you’re missin’ home.
Only know you love her when you let her go."

"And you let her go.....”

Dan kini, lagu ini pun benar-benar berakhir.

Sampai jumpa lagi, Nona.