Hari minggu kemarin gue kondangan, di sana gue ketemu sama seorang teman lama. Sebut saja dia Rama. Orangnya baik, apa adanya kalau ngomong, jujur, selalu pegang janji, dll dsb dst. Pokoknya untuk ukuran manusia, dia termasuk Homo Sapiens jantan terbaik versi On The Spot.
Nah... Dia cerita lagi tentang teman cewek sekampus kita yang dia taksir mati-matian sejak jaman penjajahan. Gue sih memang gudangnya curhatan, entah sudah berapa kali dicurhatin hal yang sama, tapi ga apa-apa, yang penting bisa berguna bagi umat manusia.
Dia cerita tentang awal perjuangan dia untuk mendapatkan Sinta (nama samaran). Sebenarnya banyak pengorbanan yang dia ceritakan, tapi ini yang paling bikin gue merasa takjub..
Jadi ceritanya si Sinta pernah ga keluar nilai mata kuliahnya, terus dia berusaha ngomong sama dosen pengampu mata kuliah itu. Sinta udah nguber-nguber tuh dosen selama 2 minggu dan pake nangis pula. Gue tahu betapa jengkelnya menghadapi dosen yang sok penting dan cuek. Dan yah, Sinta itu kan cewek, jadi wajar kalau care banget sama nilainya. Kalau gue sih gampang, tinggal protes sambil bawa kokang minyak tanah, kelar.
Padahal alasan nilainya ga keluar juga logis, kok. Sinta ga bisa ikut ujiannya tuh dosen karena ada ujian lain pada waktu yang bersamaan, jadi dia cuma bisa ikut ujian susulannya. Dan tragedi pun dimulai ketika yang jaga ujian susulan menghilangkan lembar jawabannya Sinta.
Apa ga bete, tuh? Udah susah-susah ujian susulan, eh malah hilang lembar jawabannya, mana pake ga diterima pula alasannya sama si dosen. Dan si Rama, yang waktu itu dengan semangat cinta membara, ingin menjadi pahlawan setelah Sinta curhat mengenai masalah nilainya itu.
Rama menghadap tuh dosen untuk bicara empat mata (8 mata, ding. Rama dan si dosen pake kacamata). Mulanya si dosen tetap pada pendiriannya, ga ngasih nilai buat Sinta. Dia ngotot meski tahu kesalahan bukan dari Sinta. Rama pun tetap kekeuh pengen nilai Sinta keluar.
Btw, si Rama ini kalau sudah janji, pasti dipenuhi. Sumpah, belum pernah gue temuin laki-laki dengan harga diri tinggi yang selalu berusaha memenuhi janjinya. Pernah gue janjian sama dia buat ketemuan di kampus, ga tahunya hujan deras parah sore itu, maka dengan gampang gue SMS kalau ga bisa datang. Besoknya dia bilang kalau dia udah di kampus dari siang. Bersalah lah daku. :(
Kata-kata yang selalu gue inget dari dia adalah, "Cewek itu yang dijaga penampilannya, cowok itu yang dijaga janjinya'.
Dan pas si dosen bilang, "Kok kamu ngatur-ngatur saya?". Rama yang sebenarnya sudah tidak tahu harus membalas apalagi, langsung berkata, "Bapak kan dulu pernah muda, saya itu sayang sama dia. Saya ga terima kalau semester besok saya ga sekelas lagi sama dia".
WATDEPAK!!! Gue hampir ga percaya ada yang bisa ngomong gitu sama dosen.
Si dosen pun cuma nimpalin, "Oh ya.. yaa, Mas..".
Lusanya nilai Sinta keluar, dapet A pula! Ajaib, cuy! 2 minggu dengan tangisan, langsung tumbang oleh gelora cinta tak terbalas.
Rama juga cerita kalau Sinta satu-satunya orang yang bisa bikin dia taat solat, puasa senin kamis, dan puasa weton. Beuh, mantabh!
Dulu Sinta sering bilang di SMS-nya kalau dia mau solat dulu blublublub.. Rama yang merasa ga enak juga ikutan solat... Dari situ, Rama keterusan rajin solat. Ga cuma solat, dia juga rajin puasa senin kamis karena si Sinta.
Dan meski sekarang Sinta meninggalkan Rama karena dia lebih memilih pria lain, Rama tetap saja rajin solat dan puasa. Ditambah pula, dia yang memang anak primbon, puasa di hari wetonnya dan weton si Sinta (Entahlah ini puasa apa).
Pokoknya dia bilang, "Gue puasa pas wetonnya (Sinta) itu sebagai rasa terima kasih buat dia. Dia yang bisa bikin gue berubah kayak gini, sekarang kalau gue ga solat rasanya berdosa, Dul.. Gue kan ga bisa ngasih sesuatu secara langsung, orang dianya sekarang kayak gitu sama gue.. Ya gini cara gue berterima kasih, puasa pas wetonnya..".
Sebegitunya kah pengorbanan dia? Gue cuma mlongo sambil mangap. Lama. :o
*2 jam kemudian*
Bagi cowok lain, mungkin bisa berubah drastis jadi baik hanya ketika kekasihnya ada di sampingnya. Ketika si cewek pergi, maka pergilah juga sifat baik jadi-jadian itu. Tapi Rama nggak, dia tetap pada pendiriannya. Ini dia yang gue sebut sebagai ‘lelaki’. Pegangannya tidak hancur setelah perlakuan Sinta yang akhirnya malah menolaknya. Ironis.
Tapi sekali lagi, gue salut atas usahanya. Mungkin buat cewek itu biasa, tapi menurut gue itu usaha yang sangat luar biasa.
Semuanya mengingatkan gue akan sosok seseorang. Tidak sehebat cerita Rama & Sinta, tapi punya arti sendiri buat gue.
"Pokoknya kalau punya anak cowok harus kuliah jurusan pertambangan, cewek kedokteran." Katanya, dulu.
Dan ketika gue sudah ga sama dia lagi, gue ga gitu aja mangkir ogah-ogahan terus jadi pria lemah syahwat. Gue tetap akan berusaha untuk mewujudkannya. Life must go on, broooh. Let she gone and just be my imaginary inspirator.
Hei, yang terpenting bukan orangnya, tapi cinta yang telah dia berikan dan kenangan-kenangan indah itu.
Jadi, biarkan dia pergi dan bagian-bagian dari dirinya selalu menginspirasimu.